MELIHAT INDONESIA LEWAT TENUN BIRU
>>>Putri Raflessia<<<
Judul : Tenun Biru
Penulis : Ugi Agustono J
Penerbit : Nuansa Cendekia
Tahun : 2012
Tebal : 362 halaman
Petualangan romantis Ratna dan
Janus di tengah kehidupan anak-anak pedalaman. Membaca sebaris kalimat ini
sebelum membaca membuat saya menyimpulkan bahwa buku ini pasti hampir mirip
dengan Laskar Pelangi milik Andrea
Hirata. Buku ini mungkin akan bercerita mengenai guru yang mengajar di satu
daerah pedalaman. Akan tetapi kesimpulan saya ini salah ketika saya telah
membaca halaman demi halaman Tenun Biru.
Tenun Biru sebuah novel yang ditulis Ugi Agustono menceritakan mengenai
perjalanan dua anak manusia yang berasal dari keluarga yang cukup. Keduanya
melakukan perjalanan ke berbagai pedalaman di Indonesia dan mengajarkan
beberapa pengetahuan kepada anak-anak pedalaman. Ratna dan Janus menjelajahi
Kalimantan, Karimunjawa, Bali, Toraja, dan lain-lain. Tidak hanya satu daerah
melainkan beberapa daerah di Indonesia yang didatangi Ratna dan Janus. Semua
daerah itu digambarkan secara detail sehingga pembaca mampu merasakan ikut
berpetualang bersama mereka.
Tenun Biru tidak hanya novel yang menghibur tetapi juga memberikan
pengetahuan. Pengetahuan mengenai budaya di Indonesia, pengetahuan mengenai
ilmu IPA yang diajarkan oleh Ratna dan Janus, pengetahuan mengenai kemurahan
hati dan peduli sesama. Pengetahuan penulis mengenai ilmu pengetahuan dan
pengalaman mengelilingi Indonesia benar-benar diaplikasikan di dalam novel ini.
Novel yang mampu membawa kita keliling Indonesia ini tidak hanya memakai
bahasa Indonesia di dalam dialognya. Terdapat Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda pada
dialog antar tokoh, misal dialog Bi Jum yang memakai Bahasa Jawa. Tidak heran
kalau penulis dapat berbicara Bahasa Jawa, tetapi penulisan Bahasa Jawa penulis
belum sepenuhnya benar. Seperti pada nyanyian Bi Jum (lihat hlm 21-22) lelo dalam bahasa Jawa itu cara
membacanya tetapi tulisannya lela, hal
itu berlaku juga pada ojo (aja), biso (bisa), menengo (menenga), mulyo (mulya),
dadiyo (dadya) dan seterusnya.
Novel yang begitu panjang wajar jika terkadang terdapat beberapa
kesalahan penulisan. Terdapat beberapa kesalahan penulisan kurang huruf. Akan
tetapi, ada satu bagian pada halaman 123 yang salah menuliskan nama tokohnya. “Udah, Rul. Nggak ada gunanya kamu
ngedumel,” kata Nurul pelan. Seharusnya ini adalah perkataan Ratna tetapi
ditulis sebagai perkataan Nurul.
Seperti kata pepatah “Tiada Gading
yang Tak Retak”. Novel yang indah sekalipun pasti memiliki kekurangan.
Tetapi lewat kekurangan itu pula kita akan belajar. Tenun Biru membuat
pembacanya melihat Indonesia dengan segala keindahan alamnya dan budayanya.
Alangkah lebih baiknya ada semacam glosarium untuk Bahasa Jawa atau bahasa dan
istilah yang lain agar orang yang tidak mengerti menjadi mengerti artinya dan
mampu melihat Indonesia seutuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar