Sabtu, 05 Oktober 2013

HUBUNGAN DARI TUHAN


 HUBUNGAN DARI TUHAN
>>>Putri Raflessia<<<

Lagi meski hanya terhubung oleh sinyal yang tak pernah tahu bagaimana cara kerjanya menghubungkan suara mereka tetap saja hal itu membuat pipi Rea memanas memancarkan merah. Malam adalah waktu yang dia pilih untuk merepotkan sinyal mengantarkan pesan-pesan rindunya. Sebatas sapa, celotehan, curhatan, gosip, atau terkadang ada perasaan yang benar-benar ingin ia ungkapkan. Beberapa kali pertanyaan apakah ia mencintai Ardan itu kembali ditanyakan oleh suara di seberang telefon
.
Berapa kali kau tanya akan perasaanku kepadamu?
Sesungguhnya jauh sebelum kau bertanya aku telah memberitahumu.
Dan kini tinggal mata hatimu yang mengartikan dan menyimpulkan apa yang aku lakukan selama ini.

Jawaban iya dan tidak menurutnya tidaklah penting. Bahkan tiga pernyataan itu juga hanya disimpan di dalam hati. Dia lebih suka menimpali pertanyaan dengan pertanyaan. Mungkin sikap kolot yang dia punya adalah masalahnya. Baginya haruslah lelaki yang memulai berkata AKU MENCINTAIMU lalu bagaimana denganmu?

Detikan jarum jam menemani sinyal tak terlihat mengantarkan pesan rindu dua sejoli yang tak pernah bersua beberapa lama.

“Ada apa denganku? Kenapa kamu malam ini sensitif sekali kepadaku? Apa ada yang menjelek-jelekkanku?” Nada datar yang selalu saja terlontar dari suara Ardan.
“Kenapa harus menjelek-jelekkan orang yang sudah jelek?” Rea tersenyum sambil memeluk guling.
“Kalau orang jelek kenapa harus ditelfon?”
“Ya biarin…memangnya nggak boleh.”
“Kenapa harus nelfon orang jelek?” Ardan selalu saja mengulang pertanyaannya berkali-kali hingga dia mendapatkan jawaban yang membuatnya puas.
“Supaya orang jelek ini insyaf jadi orang yang baik karena ditelfon sama orang yang baik.”

Terdengar bunyi gelak tawa Ardan dan pasti senyum yang dulunya sering Rea lihat juga menghiasi rautnya. Tanpa sadar ujung bibir Rea juga tertarik menyimpulkan senyum.

“Ada apa? Ada gosip?” Rea mengerutkan kening mengorek kejujuran dari seseorang yang ia rindukan.
“Ya biasalah, comblangan lagi. Sama seperti saat aku sama kamu dulu.”
“Lalu? Jadi?”
“Enggak…”
“Masa’? Sumpah? Beneran?”
“Iya…kalau memang jadi telfon kamu nggak bakalan saya angkat.”

Bahkan jika Ardan berbohong pun Rea tak tahu. Tetapi pernyataan itu sedikit membuatnya lega dan memerahkan pipinya. Tuhan yang telah mengatur cerita di antara keduanya. Hubungan yang tak pernah tersebutkan apa jenisnya. Dan Rea yakin semua pasti akan diakhiri oleh Tuhan dengan hal yang terbaik.