Kamis, 05 Desember 2013

APA??? CIUMAN???


 APA??? CIUMAN??
>>>Putri Raflessia<<<



Jam dinding di atas televisi menunjukkan pukul delapan malam. Rea memasuki kamarnya dan tersenyum pada laptopnya. Segera ia menyalakan laptopnya mengubek-ubeknya dan senyumnya merekah ketika menemukan yang dia cari, game. Beberapa hari ini dia keranjingan dengan game petualangan alhasil beberapa hari di kantor ia mendownload beberapa game. 

Ternyata game tak sepenuhnya mengalihkan pikirannya dari Ardan. Sekalipun dia benar-benar keranjingan. Matanya mematut pada jam digital di sudut kanan bawah layar laptop, jam itu menunjukkan pukul sembilan malam. Tepat seminggu sebelumnya ia mendapat SMS dari Ardan kalau dia baru saja pulang dari kerja sambilannya. Tangan Rea seakan ditarik oleh magnet ponselnya lalu memanggil kontak “Ardan Jelek”. 

Sepertinya Ardan moodnya sedang baik hari ini. Tawa renyah dan percakapan yang cukup nyambung dengan Rea tanpa kalimat pendek. Beberapa kali ia melemparkan candaan yang membuat Rea tersenyum, tertawa, bahkan berteriak. Lagi pertanyaan itu muncul dari mulut Ardan secara tiba-tiba.

“Kamu pernah terlintas pengen pacaran kah?”

“Seringlah…”  Jawaban ini asal nyeplos aja dari mulut Rea. Rea memang tak pernah mampu bersandiwara jika dalam kehidupan nyata. Lain halnya ketika dia harus berakting di atas panggung.

“Kamu pengen pacaran kayak apa?”

Rea mengernyitkan kening, dia sedikit nggak ngerti dengan pertanyaan Ardan “Ya udah, memangnya pacaran itu seperti apa?”

“Ya..pasti ‘kan ada yang mau diharapkan dari pacaran ‘kan? Kamu ngarep apanya?”

“Temen…ngobrol…” Rea sedikit terbata- bata, karena baginya memang hanya sebatas itu yang dia inginkan. Agak kekanak-kanakan memang, tapi jawaban Rea yang keluar selalu sama dengan hatinya tanpa ditutupi.

“Terus?” 

“Udah”

“Itu aja? Bener hanya itu? Nggak ada yang lain?”

“He em…kayak apa… maksudnya?” Sungguh tidak biasanya Ardan membuat Rea terbata-bata ketika menyahut.

“Yang lain, yang lebih dewasa gitu”

“Yang lebih dewasa? Seperti?” kali ini alis Rea terangkat. Rea penasaran kemana arah pembicaraan Ardan.
 “Seperti ciuman mungkin.” Kata itu pelan tapi Rea mendengarnya cukup jelas dan kata itu cukup membuat Rea kaget dan berteriak.

“Apaaa? Enggaklah.” 

Ardan terbatuk sebentar di sana. Tidak ada sesuatu yang tersembunyi dari batuknya pikir Rea dan Rea meneruskan jawabannya.

“Ya udah biasa, hanya sebatas ngobrol dan mungkin keluar bareng. Inginku seperti itu Mas”

“Itu inginnya kamu, tetapi kalau kamu punya pacar dan dia pengen yang seperti saya katakan tadi?”

“Nggak ngertilah.”

“Lho maksudnya nggak ngerti? sikapnya kamu bakalan seperti apa?” 

“Menurut kamu saya harus seperti apa?” Rea benar-benar bingung harus menjawab seperti apa.

“Lho ini kan misalnya ada cowok yang baik, udah nyambung diajak ngobrol, bisa diajak keluar. Tapi dia pengen itu? Lalu bagaimana?”

Rea terdiam beberapa saat. Otaknya berfikir keras…antara bingung dan juga merasa aneh atas pertanyaan-pertanyaan Ardan malam itu. 

“Nggak mau”

“Lho jawab donk!”

“Nggak mau….nggak mau….nggak mau…”

“Nggak mau berarti diputusin gitu?”

“Kalau ngomong baik-baik kenapa?” mulut Rea manyun seakan nggak mau diputusin. Memang anak yang satu ini ajaib, ketika sebuah perumpamaan telah memasuki otaknya dia mulai menempatkan diri menjadi pemeran utama tanpa harus disuruh.

“Kamu ngomongnya seperti apa coba?” Ardan masih mengejarnya dengan bejibun pertanyaan. Rea cengar-cengir baginya pertanyaan Ardan lebih rumit daripada soal matematika yang paling dia benci sekalipun.

“Kalau cowoknya maksa dan terus merayu?” suara Ardan serak, biasanya memang dia sudah mulai tidur jam segini

“Kemungkinan besar saya akan menutup bibir saya dengan telapak tangan saya!” Memang hal itu yang akan dia lakukan jika ilustrasi yang diberikan Ardan benar-benar terjadi.

“Kamu kenapa sih malam ini? Ganti topik sudah!” Rea mulai nggak enak dengan topik malam ini. Apalagi dia nggak tahu maksud hati Ardan yang sebenarnya.

“Lho saya ‘kan tanya misal kamu pacaran dan terjadi seperti itu bagaimana? Kamu kan belum pernah pacaran.”

“Ya saya nggak tahu situasinya, nanti akan saya ceritakan kalau saya sudah pacaran ya.”

“Ya kalau kamu masih inget sama saya.”

Rea tersenyum, “Masih ingatlah, selama ini ‘kan saya yang selalu ingat kamu.”

Beberapa saat tidak terjadi percakapan di antara mereka. Rea terdiam karena Ardan sama sekali tidak menyahuti pernyataannya.

“Pacaran itu banyak negatifnya Dek. Jangan hanya karena kamu pengen...pengen... dan pengen pacaran terus kamu milih cowok sembarangan. Lebih baik kamu nggak usah pacaran daripada macem-macem. Kamu terlalu polos dan tetaplah seperti itu.”

Rea terdiam, dia mengerti ucapan Ardan. Tetapi dia tidak mengerti mengapa Ardan menjadi sosok yang aneh. Dia mencerna setiap pertanyaan dan pernyataan Ardan. Rea mencoba mencari tahu apa maksudnya? Apakah Ardan sekadar bertanya atau sedang mengetesnya? Apakah Ardan sekadar bertanya atau ada sesuatu di dalam hatinya yang tidak bisa ia ungkapkan dengan lugas.

2 komentar:

  1. maksud tersirat dari nasehatnya ardan apa sih? wkw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Edit...edit...! Nasihat dede'

      coba diapresiasi sastra ya maksud tersiratnya apaan? itung-itung belajar buat UAS

      Hapus