ARDAN BILANG SAYANG?
Menunggu sehari…dua hari…tiga hari…satu minggu dan akhirnya
Rea tetap saja kalah dalam pertempuran diam dan memendam rindu. Ponsel hitam
itu kemudian mengirimkan satu kata ke ponsel Ardan “Sibuk?” dan si cuek bebek
lalu mengirimkan kata yang tidak lengkap penulisannya “Nggak,,”
Mulut Rea manyun, padahal dia sudah hafal betul sikap Ardan,
cara SMS Ardan, dan cara bicaranya tapi kadang dia bisa sebel banget dengan
cowok itu. Beberapa kali dia mencubit bonekanya untuk mewakili mencubit Ardan. Dan
beberapa saat kemudian sinyal telah disibukkan untuk mengantarkan suara mereka
lewat percakapan.
Rea telah menyiapkan skenario perbincangan jika Ardan
menanyakan kenapa dia marah? Atau apa maksud SMS bernada marah itu? Mulai dari
cara bertanya kepada Ardan dan cara menimpali jawaban Ardan nantinya. Tetapi skenario
itu tidak berjalan mulus sehingga kasus marahan ditutup.
“Kamu masih ingin ciuman?”
Alis Rea naik disusul dengan tersenyum. Kenapa Ardan menanyakan ini kembali?
“Kenapa kamu tanya soal ciuman lagi. Kamu mungkin yang ingin
ciuman?”
“Kadang kala.”
“Kenapa tebakanku selalu benar?”
“Kenapa kamu Ge-eR?”
“Bukan Ge-eR tapi Pe-De.”
Bicara dengan Ardan memang nggak bisa nyiapin skenario. Topik
yang akan dibicarakan pun tidak dapat diprediksi. Dan belajar dari pengalaman
sebelumnya Rea menghafal cara Ardan bicara dan menimpali pertanyaan.
“Atas apa kamu melarangku pacaran? Khawatir…kemanusiaan…nggak
rela…atau apa?”
Terdengar Ardan tertawa sebentar. “Sekarang, apa yang kamu
inginkan dari pacaran?”
“Kenapa kamu tanya lagi tentang ini, saya sudah menjawabnya.”
Jengah. Rea terlalu jengah mengulangi kalimat yang sama, topik
yang sama, dan juga pembahasan yang berulang-ulang.
“Jawab Mas…”
“Khawatir.” Jawaban itu pendek dan sangat datar.
“Kenapa kamu khawatir dengan saya?”
Ardan terdiam. Rea menunggu jawaban dari mulut Ardan yang
tak kunjung keluar. Lelaki itu selalu saja membuatnya gemas, jengkel, dan
membuatnya cemberut tetapi Rea merindukannya.
“Kenapa, kenapa, kenapa, kenapa?” pertanyaan itu layaknya
petasan yang merentet.
“Apa…sih sayang?”
Rea seketika terdiam. Jantungnya berdebar begitu keras,
darahnya berdesir, matanya melotot, dan mulutnya benar-benar tidak dapat
dibuka. Kata itu terlalu membuatnya tersentak. Setelah sebelumnya samar-samar
Rea mendengar kalau Ardan akan menjadikannya pacar tetapi ketika dia menyuruh
Ardan mengulangi kata-katanya dia bilang nggak
jadi, lupakan. Dan sekarang dia dipanggil sayang, bukan samar-samar. Atau
mungkin Rea hanya ke Ge-eR an untuk ke sekian kalinya.
sbenarnya ardan mencintai rea shingga dia gk mau kehilangannya tapi dia tidak bisa mengungkapkan perasaannya itu kepada rea ataw dia malu untuk mengungkapkan perasaannya kepada rea.
BalasHapusataw juaga dia trlalu cuek untuk itu dengan tk usah mrngungkapkan perasaannya kepada rea.
Apa yang harus dilakukan Rea sekarang?
Hapus