Minggu, 20 April 2014

BORNDAY REASON


BORNDAY REASON
>>>Putri Raflessia<<<

Ardan memandangi nomor yang tadi sore menelfonnya dan tidak sempat ia angkat. Nomor baru yang sama sekali belum pernah singgah di ponselnya. Beberapa kali ia memencet keypad menguraikan sebuah pesan dan beberapa kali pula tombol del ia pencet.

“Kalau memang penting pasti dia telefon lagi.”

Dan benar nomor ponsel itu lagi membunyikkan ponsel Ardan tepat pukul 20.30. Dia biarkan beberapa lama berdering dan lalu mengangkatnya.

“Halo…”
“Assalamualaikum…Selamat Ulang Tahun.”
Ardan mengernyitkan kening, suara itu jelas-jelas ia kenal. “Rea?”
“Ehem… Selamat Ulang Tahun Mas.”

Ardan terdiam sejenak sebelum mengucapkan terima kasih kepada Rea. Pikirannya lalu mengembara sendiri. Ketika beberapa bulan yang lalu dengan sangat jahatnya dia mengakhiri percakapan dengan Rea. Gadis yang jelas-jelas ia sadari pernah mencintainya. Dan bahkan gadis itu masih ingat kalau hari ini ulang tahunnya. 

–apakah dia tidak sakit hati ketika aku pergi dulu dan sempat beberapa kali mereject telefonnya? Lalu kenapa dia mengubah nomor telefonnya apa karena ingin bicara denganku?–

“Nomorku yang dulu hilang sekaligus ponselnya.”

Ardan membelalak seakan isi hatinya diketahui Rea. Buru-buru ia melontarkan pertanyaan yang sama sekali tidak penting.

“Kok bisa?”
“Ya bisa lah Mas, emang bukan rejekinya kali.”
“Ya udah sekarang rejekinya kan udah dobel-dobel.”
“hu um… Mas kapan nikah?” 

Sungguh gadis ini masih saja punya segudang pertanyaan yang mampu membuat sedikit tercekat. Ardan buru-buru menghapus gambaran wajah usil Rea dan menggantinya dengan wajah kekasihnya.

“InsyaAllah secepatnya. Kamu?”
“eeeeeeeeeem…. Semoga segera ada yang nglamar deh.”
“Kalau nggak segera dilamar ya minta dilamar donk.”
 “Ya udah doakan makanya biar segera ada.”
“Jangan doa aja tapi usaha juga Dik.”
“Itu bingungnya nggak tahu gimana caranya usaha…hehehe”
“Udah ada yang disuka?”
“belum.”
“iya kah?”
“Iya… Kalau udah emang kenapa?”
“Ya dideketin.”
“Kalau orangnya jauh?”
“Ya dideketin hatinya.”
“Oooo gitu…” Keduanya tertawa renyah.
“Lanjutin gih kerjaannya…Hepi bornday Mas, semoga ke depannya jauh lebih baik, baik, baik, dan baik lagi.”
“Amin.”

Ardan terdiam memandangi nomor itu. Entah akan dibuangnya atau disimpan dalam ponselnya. Dia tak menyangsikan bahwa Rea ternyata setegar itu dan masih mampu berkata dengan tidak canggung padanya. Beberapa kali ia hanya memberikan harapan palsu pada gadis itu tetapi ia masih bisa tersenyum dan bahkan tertawa. 

–Sungguh betapa aku kekanak-kanakan ketika mengacuhkannya ketika ingin melupakan dia. Terima kasih telah menggunakan alasan ulang tahunku untuk menyadarkanku–
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar