MAKO, TOKOH DALAM BUS
Tentang pertemuan pertama yang tak tahu apakah akan
berlanjut.
Riuh, sesak, sumpek, macet, dan upacara hari Senin di dalam
bus. Tepat ketika aku menjejak tangga pertama menaiki bus itu, mungkin pula ada
jodoh berupa saudara yang ditawarkan Tuhan.
Seorang lelaki berbaju PDL satu langkah setelahku
menjejakkan kaki pula pada bus yang ku tumpangi. Kondektur menyangka kita
bersama, “Oh tidak”, bahkan kami tak pernah bersua sebelumnya bagaimana bisa
dia bilang kami bersama. Lalu membayar dan karcis Mako diangsurkan padaku oleh
kondektur. Polos bagai Pos, aku perantara karcis dari kondektur ke Mako
dibarengi simpul ujung bibir kami.
Tidak ada hati atau jantung yang berdetak tak lazim. Hanya saja
otak mengarang selalu saja datang sehingga banyak scenario tercipta. Berdiri
dalam sebuah bus peterjang kemacetan jalan membuat kau bisa saja jatuh atau
salah menyentuh. Jika kau bayangkan ini film Korea, maka akan terasa begitu
manis.
Mako tepat di sampingku jika aku menghadap ke samping. Tepat
di belakangku jika aku menghadap ke depan. Maka ketika rem dengan sangat kasar
dijejak sopir, tanganku yang tak bersalah memegang bahu bangku agar tak
terjatuh. Di sana ada tangan Mako. Toleh lalu simpul lagi pada bibir setelah
cepat aku pindahkan tangan.
hmm nice post bu irea,saya sampai punya simpul bibir ne gara2 baca tulisan sampean.
BalasHapusdijaga simpul bibirnya Pak, boleh ditebar-tebarin buat sedekah
BalasHapus