Kamis, 03 April 2014

MAKO, TOKOH DALAM BUS



MAKO, TOKOH DALAM BUS

Tentang pertemuan pertama yang tak tahu apakah akan berlanjut. 

Riuh, sesak, sumpek, macet, dan upacara hari Senin di dalam bus. Tepat ketika aku menjejak tangga pertama menaiki bus itu, mungkin pula ada jodoh berupa saudara yang ditawarkan Tuhan.

Seorang lelaki berbaju PDL satu langkah setelahku menjejakkan kaki pula pada bus yang ku tumpangi. Kondektur menyangka kita bersama, “Oh tidak”, bahkan kami tak pernah bersua sebelumnya bagaimana bisa dia bilang kami bersama. Lalu membayar dan karcis Mako diangsurkan padaku oleh kondektur. Polos bagai Pos, aku perantara karcis dari kondektur ke Mako dibarengi simpul ujung bibir kami.

Tidak ada hati atau jantung yang berdetak tak lazim. Hanya saja otak mengarang selalu saja datang sehingga banyak scenario tercipta. Berdiri dalam sebuah bus peterjang kemacetan jalan membuat kau bisa saja jatuh atau salah menyentuh. Jika kau bayangkan ini film Korea, maka akan terasa begitu manis. 


Mako tepat di sampingku jika aku menghadap ke samping. Tepat di belakangku jika aku menghadap ke depan. Maka ketika rem dengan sangat kasar dijejak sopir, tanganku yang tak bersalah memegang bahu bangku agar tak terjatuh. Di sana ada tangan Mako. Toleh lalu simpul lagi pada bibir setelah cepat aku pindahkan tangan.


2 komentar:

  1. hmm nice post bu irea,saya sampai punya simpul bibir ne gara2 baca tulisan sampean.

    BalasHapus
  2. dijaga simpul bibirnya Pak, boleh ditebar-tebarin buat sedekah

    BalasHapus