LEBIH BAIK TIDAK USAH BERTEMAN
Ardan baru saja melipat sajadahnya subuh itu. Ia dapati
ponselnya bersenandung mengisyaratkan pesan masuk. Dia belum menggubrisnya dan
masih melipat sarungnya. Toh tidak mungkin ada seorang spesial yang mengirimkan
pesan sepagi itu kecuali beberapa bulan yang lalu ketika dia masih memiliki
kekasih.
Ardan meletakkan peralatan salatnya untuk kemudian
menghampiri ponsel yang tergeletak di atas kasurnya. Satu pesan dari nomor baru
yang sebenarnya tidak asing bagi Ardan. Ardan mengerutkan kening berkali-kali
sambil berpikir ‘nomor siapa itu? Pagi-pagi mengiriminya pesan.’ Lantas ia buka
dan mendapati pesan yang sangatSangat singkat
“Kamu
nggak pa-pa?”
Ardan
kembali mengerutkan kening membaca pesan yang menurutnya aneh itu. Lalu ia
menghampiri cermin yang bertengger di dinding, mematut dirinya. Beberapa kali ia
melihat dirinya di cermin dai ujung rambut hingga ujung kaki, tidak ada yang
aneh dengan dirinya, semua masih utuh. Ardan tersenyum kecil ketika membaca
pesan singkat di ponselnya kemudian bergumam ‘siapa sepagi ini melontarkan
pertanyaan aneh?’
Akan
tetapi Ardan serasa merasakan sensasi Dejavu
karena sepertinya ia pernah mendapatkan pesan serupa. Jemari Ardan menekan
balasan…
“Maaf siapa ?”
Entah ada
masalah apa dengan tangan Ardan, dia selalu memberi spasi antara tulisan dengan
tanda baca dan itu adalah ciri khas tulisannya.
“Rea”
Tidak
menunggu lama pesan itu nyangkut di inbox
Ardan. Sensasi tadi bukanlah Dejavu,
Dua tahun yang lalu ia sempat mendapat pesan serupa dari Rea di pagi buta. Dan perasaan
tidak asing dengan nomor itu adalah wajar, karena mereka sempat berhubungan
dekat dulu.
Ardan
hanya memandangi pesan Rea. Beberapa kali ia mencoba menulis balasan untuk
kemudian ia hapus lagi dan lagi. Mulutnya kemudian merapalkan gumaman ‘aku
tidak apa-apa Dik. Maaf…’
Akan
menjadi sangat bodoh ketika ia harus berteman dengan gadis yang pernah ia
sakiti. Dan jika goresan itu ia goreskan kedua kali maka akan lebih perih dari
yang pertama. Karena ia tidak dapat menjanjikan senyum atau bahkan gelak di
wajah Rea, Ardan lebih baik membisu dan kemudian melempar ponselnya sebagai
pelampiasan.
Jika
berteman akan menumbuhkan luka baru maka lebih baik tidak usah berteman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar