Rabu, 03 Desember 2014

LEBIH BAIK TIDAK USAH BERTEMAN

LEBIH BAIK TIDAK USAH BERTEMAN


Ardan baru saja melipat sajadahnya subuh itu. Ia dapati ponselnya bersenandung mengisyaratkan pesan masuk. Dia belum menggubrisnya dan masih melipat sarungnya. Toh tidak mungkin ada seorang spesial yang mengirimkan pesan sepagi itu kecuali beberapa bulan yang lalu ketika dia masih memiliki kekasih.
Ardan meletakkan peralatan salatnya untuk kemudian menghampiri ponsel yang tergeletak di atas kasurnya. Satu pesan dari nomor baru yang sebenarnya tidak asing bagi Ardan. Ardan mengerutkan kening berkali-kali sambil berpikir ‘nomor siapa itu? Pagi-pagi mengiriminya pesan.’ Lantas ia buka dan mendapati pesan yang sangatSangat singkat 

“Kamu nggak pa-pa?” 

Ardan kembali mengerutkan kening membaca pesan yang menurutnya aneh itu. Lalu ia menghampiri cermin yang bertengger di dinding, mematut dirinya. Beberapa kali ia melihat dirinya di cermin dai ujung rambut hingga ujung kaki, tidak ada yang aneh dengan dirinya, semua masih utuh. Ardan tersenyum kecil ketika membaca pesan singkat di ponselnya kemudian bergumam ‘siapa sepagi ini melontarkan pertanyaan aneh?’
Akan tetapi Ardan serasa merasakan sensasi Dejavu karena sepertinya ia pernah mendapatkan pesan serupa. Jemari Ardan menekan balasan…

“Maaf siapa ?”

Entah ada masalah apa dengan tangan Ardan, dia selalu memberi spasi antara tulisan dengan tanda baca dan itu adalah ciri khas tulisannya.

“Rea” 

Tidak menunggu lama pesan itu nyangkut di inbox Ardan. Sensasi tadi bukanlah Dejavu, Dua tahun yang lalu ia sempat mendapat pesan serupa dari Rea di pagi buta. Dan perasaan tidak asing dengan nomor itu adalah wajar, karena mereka sempat berhubungan dekat dulu.
Ardan hanya memandangi pesan Rea. Beberapa kali ia mencoba menulis balasan untuk kemudian ia hapus lagi dan lagi. Mulutnya kemudian merapalkan gumaman ‘aku tidak apa-apa Dik. Maaf…’

Akan menjadi sangat bodoh ketika ia harus berteman dengan gadis yang pernah ia sakiti. Dan jika goresan itu ia goreskan kedua kali maka akan lebih perih dari yang pertama. Karena ia tidak dapat menjanjikan senyum atau bahkan gelak di wajah Rea, Ardan lebih baik membisu dan kemudian melempar ponselnya sebagai pelampiasan.

Jika berteman akan menumbuhkan luka baru maka lebih baik tidak usah berteman.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar