Selasa, 30 Juli 2013

RASA #1


RASA #1
>>>Putri Raflessia<<<
Jantungnya memompa darah Rea hingga begitu deras hingga detaknya tak karuan. Ada rasa di hatinya yang belum pernah Rea rasakan sebelumnya. Bukan rasa sakit ataupun bahagia yang tiada tara yang membuatnya mampu membisu dalam beberapa saat. Lelaki yang duduk di ruangan itu bahkan tak melihat ada kehadirannya. Rea juga belum tahu namanya, dan apa jabatannya sehingga ada di ruangan itu. Tapi rasa itu mampu mengusik hatinya.

Tiga bulan di lingkungan kerja yang sama. Rasa itu mungkin rasa penasaran yang berubah menjadi suka. Rea tak berani menyebut cinta, karena takdir kehidupannya pada saat itu belum mengajaknya merasakan cinta pada lelaki asing. Ardan, Rea mengetahui namanya di mushola lingkungan kerjanya, saat beberapa orang dengan sengaja menyebut namanya. Otaknya sontak memerintahkan ujung bibirnya tertarik mengukir senyum.

Hampir setahun saat rasa itu menghampiri hati Rea dan Rea menyebutnya suka. Lelaki yang telah diketahui namanya dan sedikit perangainya masih saja menyisakan rasa dalam hatinya meski lama tak bersua. Rea tak pernah mengenal Ardan lewat tegur sapa atau perbincangan di lingkungan kerjanya. Justru ia mengenal lewat suara yang mengalir lewat sinyal. 

“Kata dia kamu suka aku?” hampir setahun dan tiba-tiba Rea tertodong dengan empat kata yang tak pernah ia sangka keluar dari mulut Ardan.

“Lalu apa tanggapanmu ketika dia bilang seperti itu?” Rea ingin sekali melontarkan pertanyaan yang sama seperti pertanyaan Ardan, baginya ia perlu tahu mengapa Ardan tiba-tiba menanyakan itu. Rea perlu tahu apakah Ardan juga menyukainya. Tetapi kata “Bagaimana dengan dirimu, apakah kau menyukaiku?” tak mampu keluar dari mulutnya.

“Aku hanya tersenyum mendengar pernyataannya mengenai perasaanmu. Apakah yang dikatakannya benar adanya?”

“Enaknya gimana?” 

Ada bulir menetes menuruni pipi Rea. Bulir itu tiba-tiba saja mengalir di sela-sela sholatnya. Mungkin ia merasa berdosa karena dalam sholatnya otaknya tak mau berkompromi dan masih terisi semua kata dari Ardan dalam harinya setahun terakhir. 

“Allah maafkan aku jika ia mengisi hati dan otakku hingga mengganggu ibadah ini. Bukanlah kemauanku, tapi aku sungguh tak mampu mengendalikan rasa dalam hati dan otakku.”

Nganjuk, 30 Juli 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar